Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merenda Masa Lalu di Pancoran

Kompas.com - 27/01/2009, 09:38 WIB

Sabtu (24/1) pukul 18.45, cahaya kembang api warna-warni menghiasi kawasan Jalan Pancoran, Jakarta Barat. Inilah penanda diawalinya keramaian dan keriangan menyambut Tahun Baru Imlek di sana.

Masih di lingkungan itu, di Jalan Petak Sembilan, di sekitar Wihara Dharma Bhakti (Jin-de yuan, 1650), puluhan pedagang kaki lima menggelar dagangannya bermacam-macam bunga. Pedagang lainnya menjual pakaian tradisional dan pernak-pernik perayaan Imlek hingga larut. Toko-toko perlengkapan sembahyang pun tak kalah ramai oleh pembeli.

Bagi warga peranakan China di Jakarta dan sekitarnya, Pancoran bukan saja menjadi pusat perayaan Imlek, pusaran ekonomi, sosial, atau kebudayaan, tetapi juga menghubungkan masa lalu mereka.

Kala terjadi tragedi berdarah yang menimpa warga China di Batavia tahun 1740, sebagian warga China pindah ke kawasan pinggiran Jakarta, seperti Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang. Sebagian lainnya memilih bertahan di kawasan kota lama.

Mereka yang memilih bertahan pindah ke kawasan Glodok, termasuk Pancoran, dan melanjutkan usaha dagang mereka. Namun, masyarakat yang hidup di pinggiran memilih membaur menjadi nelayan atau petani, memeluk agama Islam, dan menikah dengan warga setempat.

Komunitas pinggiran ini lalu berakulturasi seperti tecermin dalam berbagai jenis musik, busana, kuliner, dan tradisi baru lainnya. Inilah awal terbentuknya ”etnis” Betawi. Mereka berasal dari pernikahan silang Sunda, Jawa, Bugis, Bali, India Gujarat, China, dan Portugis.

Setelah suasana politik di Batavia berangsur pulih, Pancoran dijadikan tempat pertemuan antara peranakan China (Taois dan Buddhis) dan peranakan China Betawi, terutama, saat memperingati Imlek. Pertemuan tersebut sampai sekarang masih mentradisi.

Setelah peristiwa berdarah 1740, kawasan Pancoran tumbuh menjadi pusat jajan kaki lima terbesar di Batavia. Tempatnya berdampingan dengan kawasan pusat perdagangan Glodok (Linkwatiersgracht). Karena menjadi lokasi penghubung kawasan perdagangan di Jalan Gajah Mada, Glodok, Toko Tiga, dan Pasar Perniagaan, pusat jajan Pancoran berkembang cepat.

Jalan Pancoran menjadi etalase perdagangan yang membentang sejauh 300 meter dari tepi Jalan Gajah Mada sampai ke jembatan Jalan Toko Tiga.

Nama Pancoran, seperti ditulis Herman Budhi dalam bukunya Pancoran Riwayatmu, berasal dari kata pancuran. Tahun 1670, di kawasan ini dibangun waduk atau tempat penampungan air dari Kali Ciliwung. Waduk dilengkapi dua pancuran yang mengucurkan air dari ketinggian 10 kaki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com